Jumat, 11 Mei 2012

10 Spesies Baru Ikan Diteliti
 
11 spesies baru yang ditemukan di Raja Ampat (dari atas, kiri ke kanan) masing-masing Pterois andover, Pterocaesio monikae, Pseudochromis jace, Pseudanthias charlenae, Pictichromus caitlinae, Melanotaenia synergos, Chrysiptera giti, Paracheilinus nursalim, Hemiscyllium galei, Corythoichthys benedetto, dan Hemiscyllium henryi.
DENPASAR - Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) tahun ini fokus meneliti 10 spesies ikan baru dari sejumlah wilayah di Tanah Air.

"Penelitian itu bertujuan mendeskripsikan jenis ikan baru dari unsur genetika atau DNA," kata Dita Cahyani, Koordinator Riset IBRC di sela-sela kunjungan delegasi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Denpasar, Jumat (11/5/2012).

Menurut dia, para peneliti dari sejumlah universitas termasuk Universitas Udayana, Universitas Diponegoro, dan Universitas Cendrawasih antara lain mengidentifikasi spesies ikan dartfish, ikan hiu, dan jawfish.

Pimpinan IBRC Prof IGNK Mahardika mengatakan, jenis ikan baru yang diidentifikasi berasal dari Papua, Bali, Aceh, dan Kepulauan Karimun Jawa.

"Sebenarnya banyak sekali jenis penelitian yang sedang kami lakukan pada tahun ini, namun fokusnya terhadap spesies baru tersebut," ujarnya.

Mahardika mengatakan, selain meneliti 10 ikan jenis baru itu pihaknya juga ditawari untuk meneliti genetika ikan tuna untuk mengetahui populasi ikan tersebut.

Kamis, 10 Mei 2012

Rahasia di Kentut Kanguru
 
Anggota keluarga kanguru yang terkecil, ditemukan Kristofer Helgen dari Smithsonian Institution.
HEADLINE NEWS - Ilmuwan kadangkala mempertanyakan hal-hal yang mungkin tak dipertanyakan oleh orang pada umumnya.
Salah satu contohnya adalah soal kentut kanguru. Ada ilmuwan yang bertanya-tanya apakah kentut kanguru juga mengandung metana seperti kentut hewan lainnya.
Lalu, apa relevansinya meneliti masalah ini? Kaitannya dengan sapi. kenapa bisa demikian?
Sapi dan hewan memamah biak lainnya diketahui memproduksi gas buang angin yang mengandung metana, salah satu gas rumah kaca. Makin berkembangnya peternakan sapi, gas rumah kaca makin besar dan bisa mengkhawatirkan.
Ilmuwan menaruh perhatian sebab gas rumah kaca berkontribusi pada pemanasan global.
Beberapa ilmuwan punya pendapat bahwa kentut kanguru mungkin mengandung sedikit atau bahkan nol metana.
Kalau benar, sebagian pakar merekomendasikan perubahan pola konsumsi daging sapi ke daging hewan yang memproduksi sedikit atau nol metana misalnya kanguru kalau terbukti.
Beberapa yang lain berasumsi kalau-kalau ada bakteri pada perut kanguru yang menyimpan rahasia sehingga dapat dipakai untuk membuat sapi "bebas metana".

Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa kentut golongan kanguru juga mengandung metana.
Untuk menemukannya, ilmuwan meneliti walabi (salah satu hewan dalam golongan kanguru yang berukuran lebih kecil) di kebun binatang Kopenhagen. Mereka mengukur gas yang diproduksi walabi.
Hasil riset yang diproduksi di Journal of Animal Science menunjukkan bahwa walabi jelas-jelas memproduksi metana. Dengan pola makan yang sama dengan sapi, walabi memproduksi sepertiga jumlah metana dari yang diproduksi sapi.
Memang membuktikan bahwa walabi dan secara umum kanguru tidak menyebabkan polusi sebesar sapi. Tapi, apakah lantas kanguru bisa menyelesaikan masalah pemanasan global? Rasanya tidak.

Rabu, 09 Mei 2012

Jamur Pembunuh Jamur "Zombie"
Spora terpencar dari jamur yang menginfeksi semut.
HEADLINE NEWS - Semut pun bisa diserang zombie. Dalam dunia semut, zombie adalah jamur yang bisa menginvasi hingga ke otak, menyebabkan kematian dan akhirnya membangun koloni di eksoskeletonnya.

Semula, dikira si jamur zombie begitu meraja, tak terkalahkan. namun, studi terbaru menunjukkan bahwa jamur zombie itu bisa dikalahkan oleh organisme lain yang juga jamur.

David Hughes dari Pennsylvania State University mengungkapkan bahwa jamur yang bisa menyerang jamur zombie adalah jamur putih. Jamur ini menganggap bahwa bangkai semut adalah makanan enak untuk disantap.

Menurut Hughes, adanya jamur putih mencegah serangan jamur zombie meluas, menginfeksi semua semut dalam ssatu koloni. Jadi, jamur putih ini bermanfaat bagi semut.

"Melihat koloni, ini adalah hal bagus bagi semut. Musuh dari musuh saya ternyata adalah teman bagi saya," kaya Hughes seperti dikutip New York Times, Senin (7/5/2012).

Serangan jamur zombie mampu membunuh semut dalam 7-9 hari. Setelah satu atau dua bulan kemudian, jamur putih datang dan menyerang jamur zombie yang sudah mulai berkembang.

Untuk mendapatkan hasil ini, Hughes meneliti populasi semut di Brazilia dan Thailand. Hasil studi Hughes dipublikasikan di jurnal PLoS ONE yang terbit baru-baru ini.

Hughes mengatakan, hubungan semut, jamur zombie dan jamur putih menunjukkan kompleksitas relasi dalam suatu eksosistem, terutama kehidupan di wilayah hutan hujan tropis yang tak punya musim dingin.

"Hidup menjadi waktu untuk mencari makanan tanpa henti. Kita belum mampu mempelajari secara mendalam kompleksitas interaksi yang ada di sana," urai Hughes.

Selasa, 08 Mei 2012

Kepiting Laba-laba, Inilah Fauna Endemik Karst Maros....
Kepiting gua laba-laba palsu (Cancrocaeca xenomorpha).
HEADLINE NEWS - Kawasan karst Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah karst yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Wilayah ini sering disebut hotspot biodiversitas karst dunia.
Jenis kepiting ini hanya ditemukan di dalam gua di kabupaten Maros saja.
-- Daisy Wowor
Salah satu keanekaragaman yang terdapat di Maros-Pangkep itu adalah krustasea, golongan hewan yang mencakup jenis udang, kepiting dan lobster. Salah satu ciri khas golongan ini adalah memiliki karapas dan kaki beruas-ruas.
Kepiting gua laba-laba palsu atau cancrocaeca xenomorpha adalah satu krustasea unik di antara beragam jenis krustasea yang ada di Maros-Pangkep. Seperti namanya, kepiting ini mirip laba-laba.
"Jenis kepiting ini hanya ditemukan di dalam gua di kabupaten Maros saja," tulis Daisy Wowor dan Cahyo Rahmadi, biolog dari Puslit Biologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia kepada Kompas.com baru-baru ini.
Jenis kepiting gua laba-laba palsu ini memiliki karapas dengan ukuran panjang sekitar 5,6 mm dan lebar 6,2 mm. Permukaan karapasnya halus dan tidak memiliki tonjolan yang disebut rostrum.
Mata kepiting ini juga tidak berkembang baik, hanya berupa tonjolan membulat yang menyatu dengan karapas dan tak dapat digerakkan. Tak ada tanda adanya kornea dan pigmen.
Uniknya lagi, kaki kepiting ini tidak bercapit, dan langsing bak kaki laba-laba. Dengan alasan inilah jenis Cancrocaeca xenomorpha disebut sebagai kepiting gua laba-laba palsu.
Kepiting gua laba-laba palsu adalah jenis endemik Maros. Spesies ini tersebar di Lubang Batu Neraka, Gua Tanette, Gua Samanggi dan Gua Sulaiman. Jenis ini tinggal di air dan sungai-sungai dalam gua.
Seperti kebanyakan hewan gua lainnya, kepiting ini tak memiliki pigmen. Tak adanya pigmen dan mata yang juga kurang berkembang adalah salah satu bentuk adaptasi di lingkungan gua yang gelap.
Adapun Cancrocaeca xenomorpha adalah salah satu fauna yang terdata dalam eksplorasi LIPI ke Maros-Pangkep. Hasil eksplorasi diterbitkan dalam buku "Fauna karst dan Gua Maros, Sulawesi Selatan" yang diluncurkan baru-baru ini.

Jumat, 04 Mei 2012

Vampir Palsu Mendiami Sulawesi
 Vampir Palsu (Megaderma spasma)
JAKARTA — Ekspedisi yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di kawasan karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan, mengungkap ragam kekayaan alam hayati wilayah tersebut.

Salah satu kekayaan yang terungkap adalah golongan kelelawar, satu-satunya mamalia yang punya kemampuan terbang. Tercatat, belasan jenis kelelawar mendiami wilayah Maros-Pangkep.

Agustinus Suyanto dan Sigit Wiantoro, peneliti LIPI, dalam buku berjudul Fauna Karst dan Gua Maros, Sulawesi Selatan yang diluncurkan pada Kamis (3/5/2012) menjelaskan bahwa salah satu jenis kelelawar yang ada adalah Megaderma spasma.

Peneliti menjelaskan bahwa spesies Megaderma spasma sering disebut sebagai Vampir Palsu. Vampir Palsu itu hidup di rongga gua, rongga pohon, maupun kolong rumah atau bangunan.

Peneliti mendeskripsikan, Vampir Palsu tersebut memiliki "Telinga besar dan tegak, bersambung di bagian pangkalnya. Tragus panjang dan terbelah. Daun hidung tegak dan panjang."

Sementara ciri khas lain adalah memiliki ekor yang sangat pendek atau tidak ada. Jikapun terdapat ekor, maka organ tersebut akan terbenam di selaput kulit antarpaha.

Untuk individu jantan, panjang kepala, dan badan Megaderma spasma adalah sekitar 7 cm. Sementara panjang kaki belakang sekitar 0,8-0,9 cm. Bobot kelelawar ini sangat ringan, cuma 21 gram.

Megaderma spasma tergolong dalam golongan fauna trogloksen. Artinya, fauna ini termasuk hewan terestrial yang tidak menetap di dalam gua. Fauna ini hanya memanfaatkan gua sebagai tempat berlindung dan mencari makan di permukaan.

Di Maros, spesies ini dijumpai di Gua Manrepo. Spesies ini juga tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil, sampai dengan Maluku. Vampir Palsu juga tersebar hingga Sri Lanka dan India.

Kamis, 03 Mei 2012

Belum Ada Eksplorasi Mikroba Goa
Sahabuddin (45) menyiangi hasil panen di Dusun Rammang-Rammang, Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu (7/4/2012), dengan latar belakang deretan pegunungan batu gamping (karst). Di Rammang-Rammang terdapat karst seluas sekitar 10.000 hektar yang masih terjaga kelestariannya sehingga menjadi sumber air bagi warga sekitar.

CIBINONG — Kawasan karst menarik perhatian para peneliti. Riset laba-laba, ikan, dan serangga tanah sudah dilakukan. Beberapa spesies baru dari goa-goa di Indonesia telah ditemukan dan dipublikasikan.

"Yang belum dilakukan di Indonesia adalah penelitian mikrobiologi goa," kata Yayuk R Suhardjono, peneliti zoologi kawasan karst, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Menurut Yayuk, di negara-negara yang mayoritas beragama Hindu dan Buddha, seperti India dan Thailand, banyak tempat ibadah berada di dalam goa. Riset mikrobiologi dilakukan untuk mendeteksi mikroba yang merusak dinding batu dan patung pemujaan.

"Di Indonesia, mikroba goa belum tersentuh. Padahal, ada banyak mikroorganisme, seperti jamur, dan pasti ada bakteri," kata Yayuk dalam Lokakarya "Ekosistem Karst untuk Kelangsungan Hidup Bangsa" di LIPI Cibinong, Kamis (3/5/2012).

Yayuk mengungkapkan, bukan tidak mungkin ditemukan jenis baru mikroba yang punya potensi ekonomi, seperti kemampuan menghasilkan bahan obat. Menurut dia, peneliti mikrobiologi perlu melirik kawasan karst, terutama goa.

Rabu, 02 Mei 2012

Inikah Anggota "Kingdom" Baru Makhluk Hidup?
 Collodictyon
JAKARTA — Ilmuwan menemukan mikroorganisme di lumpur danau wilayah Norwegia. Mereka mengatakan bahwa mikroorganisme tersebut kemungkinan adalah anggota dari kingdom baru makhluk hidup.

Makhluk hidup di Bumi saat ini dibagi dalam dua golongan besar, Prokaryota dan Eukaryota. Golongan Prokaryota tidak memiliki membran inti, terdiri atas bakteri dan achaea. Sementara itu, golongan Eukaryota mencakup alga, jamur, hewan, dan tumbuhan.

Kamran Shalchian-Tabriz, Kepala Microbial Evolution Research Group (MERG) di University of Oslo, meneliti makhluk baru tersebut dengan analisis morfologi dan genetik. Ia menamai makhluk itu Collodictyon dan mengatakan bahwa ciri-ciri makhluk tidak merepresentasikan kingdom yang ada.

Beberapa ciri unik dari Collodictyon adalah memiliki 4 flagela, alat gerak serupa rambut yang berukuran relatif panjang. Sel mamalia, ameba, dan jamur hanya punya 1 flagelum. Sementara itu, beberapa alga, tumbuhan, dan parasit bersel satu punya 2 flagela.

Ciri lain yang unik adalah, Collodictyon memiliki struktur internal seperti parasit. Namun, studi menunjukkan bahwa mikroorganisme baru ini mencari makan dengan cara mirip ameba. Jadi, makhluk ini seperti gabungan antara makhluk paling primitif dan Eukaryota.

Diketahui bahwa makhluk hidup tingkat tinggi bisa mengalami mutasi. Archaea sendiri baru dikenal tahun 1990. Jadi, sangat mungkin ada makhluk yang merupakan representasi kingdom baru saat ini. Hasil riset ini dipublikasikan di jurnal Molecular Biology Evolution.